Selasa, 10 April 2012

Masa depan garam nagekeo

Pemerintah Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah menyiapkan lahan seluuas 1.247 hektare untuk pengembangan garam. Industri garam di kabupaten itu akan dikelolah perusahaan asal Australia, PT Cheetam Salt.

”Kepastian pemanfaatan lahan untuk pengembangan garam di Nagekeo itu disepakati dalam rapat antara pihak Kementerian Perindustrian bersama Pemerintah Kabupaten Nagekeo di Jakarta, Rabu, 2 Februari 2011 lalu,” kata Bupati Nagekeo, Yohanes Samping Aoh, saat dihubungi, Sabtu 5 Februari 2011

Menurut Aoh, Lahan seluas 1.247 ha tersebut berada di empat lokasi di Kecamatan Aesesa, yakni di Kelurahan Mbay II ada dua lokasi yakni di daerah pasang surut seluas 300 ha dan di luar pasang surut 457 ha. Di Desa Maropokot seluas 300 ha dan di Desa Nggolonio 190 ha.

"Nanti tanggal 7 Februari 2011 Bapak Gubernur NTT memfasilitasi rapat bersama di Kupang. Rapat tersebut untuk menindaklanjuti kesepakatan yang sudah ada, dan akan dihadiri pejabat-pejabat dari Kementerian Perindustrian, Pemkkan Nagekeo, PT Cheetam Salt, dan PT Sucofindo," katanya.

Selanjutnya, kata dia, tanggal 14 Februari 2011 PT Cheetam Salt akan berada di Nagekeo untuk pemetaan lahan garam. Saat itu juga Sucofindo akan mempresentasikan hasil penelitiannya.

Dia mengatakan, penetapan lahan garam indutri didasarkan pada hasil penelitian PT Wali Sira Indonesia Timur, pada bulan Februari 2010 melalui Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat Universitas Hasanuddin (LPPM Unhas) Makassar. Berdasarkan survai itu diketahui luasan lahan yang berpotensi garam sebesar 2.443 ha di dua kecamatan, yakni Aesesa (2.157 ha) dan Wolowae 286 ha.

”Pemerintah Kabupaten Nagekeo kemudaian kembali meminta pihak Kementerian Perdagangan serta Kementerian Perikanan dan Kelautan untuk melakukan kajian dan penelitian,” tambahnya.

Kata dia, pihak kementerian sendiri telah mengutus satu tim yang terdiri dari 15 orang berasal dari Sucofindo, melakukan penelitian di Nagekeo guna memastikan potensi lahan garam dan lahan pertanian. Sucofindo sendiri telah melakukan penelitian sejak November sampai Desember 2010. Hasilnya sampai saat ini belum diketahui.

POS KUPANG.COM,MBAY ---

Pemerintah Kabupaten Nagekeo, membutuhkan dukungan dari DPRD Propinsi NTT berkaitan dengan pengembangan garam industri di daerah itu, khususnya untuk pemutihan lahan Hak Guna Usaha (HGU) seluas 777 hektar di lokasi pengembangan.

"Kami banyak menaruh harapan. Semoga dengan keberadaan bapak-bapak di DPRD Propinsi, dapat memperjuangkan kepentingan Nagekeo secara optimal. Berkaitan dengan pengembangan garam industri, kami sangat mengharapkan dukungan dari DPRD Propinsi dan Pemerintah Propinsi untuk pelaksanaan persiapan selanjutnya," kata Wakil Bupati Nagekeo, Paulus Kadju.

Dia menyampaikan itu saat memimpin dialog antara sejumlah Pimpinan SKPD Nagekeo, dengan dua orang anggota DPRD Propinsi NTT yaitu Anwar Pua Geno dan Maksimus Proklamasi Ebu Tho.

Turut hadir dalam dialog itu, unsur SKPD Propinsi NTT seperti utusan dari Dinas PU, Dinas Perhubungan, serta Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan. Dialog tersebut berlangsung di aula Setda Nagekeo, Rabu (28/3/2012).

Anwar pada kesempatan itu mengatakan, pihaknya akan menyurati Badan Pertanahan Nasional (BPN), agar pemutihan lahan HGU bisa secepatnya dilakukan.

Sabtu, 07 April 2012

Model-model Penelitian Tindakan Kelas

Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3) Model John Elliot, dan (4) Model Dave Ebbutt.
1.       Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi : (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating) (Ernest, 1996).
2.      Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.
SIKLUS PELAKSANAAN PTK
siklus-ptk.jpg
Gambar 4: Riset Aksi Model John Elliot